Jumat, 26 Agustus 2016

Khitan Untuk Perempuan, Boleh atau Tidak Menurut Islam, Medis ??





Sunat pada perempuan sejak lama telah menjadi kontroversi. Masalah khitan terhadap perempuan terus menuai perdebatan dan pertanyaan. Tak sedikit keluarga  Muslim di Tanah Air merasa bingung ketika memiliki bayi perempuan. Sebab, kini petugas kesehatan yang menangani kelahiran bayi telah dilarang untuk mengkhitan bayi perempuan.  Jika sunat perempuan mengacu pada female genital mutilation (FGM), maka Majelis Umum PBB telah melarang praktik ini. Nah, di Indonesia bagaimana praktik sunat perempuan dilakukan?

Sejak terbitnya Surat Edaran (SE) Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI Nomor HK  00.07.1.31047 a, tertanggal 20 April 2006, tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi  Petugas Kesehatan hampir sebagian besar bayi perempuan tak lagi dikhitan. Menurut surat edaran itu, sunat perempuan tidak bermanfaat bagi kesehatan, justru merugikan dan menyakitkan.
Lalu bagaimana menurut agama Islam? Munculnya larangan khitan terhadap perempuan yang diberlakukan Depkes itu telah mengundang perhatian para ulama di Tanah Air.  Pada 2008, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara khusus mengkaji masalah itu. Wadah musyawarah para ulama zu'ama dan cendekiawan Muslim itu akhirnya menetapkan fatwa tentang hukum pelarangan khitan terhadap perempuan.
''Khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam,'' ungkap Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Anwar Ibrahim dalam fatwa bernomor 9A Tahun 2008 itu.  Sedangkan khitan terhadap perempuan adalah  makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan.
Fatwa ulama itu menegaskan, pelarangan khitan terhadap perempuan bertentangan dengan ketentuan syari'ah. Alasannya, khitan baik bagi laki-laki maupun perempuan termasuk aturan dan syiar Islam.  Tentang adanya kekhawatiran khitan perempuan akan membahayakan perempuan dan bayi perempuan serta kesehatan reproduksi mereka dijawab ulama dengan anjuran batas dan tata cara mengkhitan.
''Khitan perempuan dilakukan cukup dengan menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris,'' papar KH Anwar Ibrahim. Dalam fatwa itu, para ulama menegaskan, khitan perempuan tak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang bisa mengakibatkan dharar (bahaya).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut sunat perempuan bersifat makrumah (ibadah yang dianjurkan). Tata cara pelaksanaan khitan perempuan menurut ajaran Islam adalah cukup dengan menghilangkan selaput yang menutupi klitoris.
"Digores sedikit saja. Tidak boleh berlebihan apalagi sampai dipotong. Dalam ajaran agama juga tidak boleh melakukan yang berlebihan," papar Wakil Ketua Umum MUI.
Jika digores tentunya akan meninggalkan bekas luka. Bukankah hal itu nantinya akan menyebabkan sakit pada anak? Adakah bahaya yang dirasakan ketika perempuan sudah dewasa?
Menanggapi hal ini, Sementara itu DR. dr. Nur Rasyid, SpU(K),  mengatakan selama ini praktik sunat perempuan yang dikenalnya adalah penyayatan penutup klitoris semata. Jangan dibayangkan penyayatan ini akan membuat organ genital anak perempuan jadi berdarah-darah. Sebab hanya dengan menggunakan jarum saja, lapisan penutup klitoris sudah bisa dirobek.
"Itu merupakan puncak atas dari vagina, jadi kulitnya disayat supaya klitorisnya semakin terekspos jadi justru wanita bisa menikmati rangsangan lebih baik. Tidak ada yang dibuang dari sunat wanita itu," terang dr Nur Rasyid 

Info dan Pendaftaran
Rumah Khitan Modern Pangkalan Bun
Alamat : Jalan Ahmad Yani Km 40. Pangkalan Lada, Kotawaringin Barat, Kalteng
Dody Ari Wibowo 
WA 081255454988
Email : rumahkhitanmodern@gmail.com
Website : www.rumahkhitanmodern.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar